Jumat, 24 Juni 2011

ASKEP DEKUBITUS PADA LANSIA

ASKEP DEKUBITUS
PADA LANSIA


BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Kita kehilangan sekitar satu gram sel kulit setiap harinya karena gesekan kulit pada baju dan aktivitas higiene yang dilakukan setiap hari seperti mandi.
Dekubitus dapat terjadi pada setiap tahap umur, tetapi hal ini merupakan masalah yang khusus pada lansia. Khsusnya pada klien dengan imobilitas.
Seseorang yang tidak im-mobil yang tidak berbaring ditempat tidur sampai berminggu-minggu tanpa terjadi dekubitus karena dapat berganti posisi beberapa kali dalam sejam. Penggantian posisi ini, biarpun hanya bergeser, sudah cukup untuk mengganti bagian tubuh yang kontak dengan alas tempat tidur.
Sedangkan im-mobilitas hampir menyebabkan dekubitus bila berlangsung lama. Terjadinya ulkus disebabkan ganggual aliran darah setempat, dan juga keadaan umum dari penderita.
Dekubitus adalah kerusakan/kematian kulit sampai jaringan dibawah kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat.
Walaupun semua bagian tubuh mengalami dekubitus, bagian bawah dari tubuhlah yang terutama beresiko tinggi dan membutuhkan perhatian khusus.
Area yang biasa terjadi dekubitus adalah tempat diatas tonjolan tulang dan tidak dilindungi oleh cukup dengan lemak sub kutan, misalnya daerah sakrum, daerah trokanter mayor dan spina ischiadica superior anterior, daerah tumit dan siku.
Dekubitus merupakan suatu hal yang serius, dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada penderita lanjut usia. Dinegara-negara maju, prosentase terjadinya dekubitus mencapai sekitar 11% dan terjadi dalam dua minggu pertama dalam perawatan.
Usia lanjut mempunyai potensi besar untuk terjadi dekubitus karena perubahan kulit berkaitan dengan bertambahnya usia antara lain; berkurangnya jaringan lemak subkutan; berkurangnya jaringan kolagen dan elastin; dan menurunnya efesiensi kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan rapuh.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Setelah membuat dan mempresentasikan makalah ini diharapkan mahasiswa mengerti dan mengetahui tentang asuhan keperawatan pada pasien lansia dengan gangguan dekubitus.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mengetahui dan memahami definisi dari dekubitus.
b. Mahasiswa mengetahui dan memahami etiologi dekubitus.
c. Mahasiswa mengetahui manifestasi klinis dekubitus
d. Mahasiswa mengetahui patofisiologi dekubitus.
e. Mahasiswa mengetahui dan memahami penatalaksanaan medis dekubitus.
f. Mahasiswa mengetahui dan memahami proses asuhan keperawatan dekubitus mulai dari tahap pengkajian sampai tahap evaluasi.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Dekubitus merupakan nekrosis jaringan local yang cenderung terjadi ketika jaringan lunak tertekan di antara tonjolan tulang dengan permukaan eksternal dalam jangka waktu lama (National Pressure Ulcer Advisory Panel [NPUAP], 1989a, 1989b).
Sebuah definisi baru telah diajukan di Konferensi Nasional NPUAP ke-4 (1995a).Margolis (1995) menyebutkan “definisi dekubitus adalah kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit normal akibat dari tekanan eksternal yang berhubungan dengan penonjolan tulang dan tidak sembuh dengan urutan dan waktu biasa. Selanjutnya, gangguan ini terjadi pada individu yang berada di atas kursi atau di atas tempat tidur, sering kali pada inkontinensia dan malnutrisi ataupun individu yang mengalami kesulitan makan sendiri, serta mengalami gangguan tingkat kesadaran.”
Ulkus Dekubitus (Luka akibat penekanan, Ulkus kulit, Bedsores) adalah kerusakan kulit yang terjadi akibat kekurangan aliran darah dan iritasi pada kulit yang menutupi tulang yang menonjol, dimana kulit tersebut mendapatkan tekanan dari tempat tidur, kursi roda, gips, pembidaian atau benda keras lainnya dalam jangka panjang (Anonim, 2009).
Dekubitus sering disebut ulkus dermal / ulkus dekubitus atau luka tekan terjadi akibat tekanan yang sama pada suatu bagian tubuh yang mengganggu sirkulasi (Harnawatiaj, 2008).
Dekubitus adalah Kerusakan lokal dari kulit dan jaringan dibawah kulit yang disebabkan penekanan yang terlalu lama pada area tersebut (Ratna Kalijana, 2008).
Bagian tubuh yang sering mengalami ulkus dekubitus adalah bagian dimana terdapat penonjolan tulang, yaitu bagian siku, tumit, pinggul, pergelangan kaki, bahu, punggung dan kepala bagian belakang. Walaupun semua bagian tubuh beresiko mengalami dekubitus, bagian bawah dari tubuhlah yang terutama beresiko tinggi dan membutuhkan perhatian khusus.
Area yang biasa terjadi dekubitus adalah tempat diatas tonjolan tulang dan tidak dilindungi oleh cukup dengan lemak sub kutan, misalnya daerah sakrum, daerah trokanter mayor dan spina ischiadica superior anterior, daerah tumit dan siku.
Dekubitus merupakan suatu hal yang serius, dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada klien lanjut usia. Di negara-negara maju, prosentase terjadinya dekubitus mencapai sekitar 11% dan terjadi dalam dua minggu pertama dalam perawatan.
Dekubitus dapat terjadi pada setiap tahap umur, tetapi hal ini merupakan masalah yang khusus pada lansia. Khususnya pada klien dengan imobilitas.Usia lanjut mempunyai potensi besar untuk terjadi dekubitus karena perubahan kulit berkaitan dengan bertambahnya usia antara lain:
1. Berkurangnya jaringan lemak subkutan
2. Berkurangnya jaringan kolagen dan elastin
3. Menurunnya efesiensi kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan rapuh.

B. Etiologi
1. Faktor Ekstrinsik
a. Tekanan
b. Kelembaban
c. Gesekan
2. Faktor intrinsic
a. Usia
b. Temperatur
c. Nutrisi
3. Adapun factor lainnya adalah :
a. Menurunnya persepsi sensori
b. Immobilisasi, dan
c. Keterbaasan aktivitas
Ketiga faktor ini adalah dampak dari pada lamanya dan intensitas tekanan pada bagian permukaan tulang yang menonjol.

C. Manifestasi klinis dan Komplikasi
a. Tanda cidera awal adalah kemerahan yang tidak menghilang apabila ditekan ibu jari.
b. Pada cidera yang lebih berat dijumpai ulkus dikulit.
c. Dapat timbul rasa nyeri dan tanda-tanda sistemik peradangan, termasuk demam dan peningkatan hitung sel darah putih
d. Dapat terjadi infeksi sebagai akibat dari kelemahan dan perawatan di Rumah Sakit yang berkepanjangan bahkan pada ulkus kecil.

D. Patofisiologi
Tekanan imobilisasi yang lama akan mengakibatkan terjadinya dekubitus, kalau salah satu bagian tubuh berada pada suatu gradient (titik perbedaan antara dua tekanan). Jaringan yang lebih dalam dekat tulang, terutama jaringan otot dengan suplai darah yang baik akan bergeser kearah gradient yang lebih rendah, sementara kulit dipertahankan pada permukaan kontak oleh friksi yang semakin meningkat dengan terdapatnya kelembaban, keadaan ini menyebabkan peregangan dan anggulasi pembuluh darah (mikro sirkulasi) darah yang dalam serta mengalami gaya geser jaringan yang dalam, ini akan menjadi iskemia dan dapat mengalami nekrosis sebelum berlanjut ke kulit.
Immobilisasi/terpancang pada tempat tidurnya secara pasif dan berbaring (lebih dari 2 jam),tekanan daerah sakrum akan mencapai 60-70 mmHg dan daerah tumit mencapai 30-45 mmHg (normal: tekanan daerah pada kapiler berkisar antara 16 mmHg-33 mmHg), Iskemik, nekrosis jaringan kulit selain faktor tegangan, ada faktor lain yaitu: Faktor teregangnya kulit misalnya gerakan meluncur ke bawah pada penderita dengan posisi dengan setengah berbaring. Faktor terlipatnya kulit akibat gesekan badan yang sangat kurus dengan alas tempat tidur, sehingga seakan-akan kulit “tertinggal” dari area tubuh lainnya (Heri Sutanto, 2008).
Tekanan daerah pada kapiler berkisar antara 16 mmHg-33 mmHg. Kulit akan tetap utuh karena sirkulasi darah terjaga, bila tekanan padanya masih berkisar pada batas-batas tersebut. Tetapi sebagai contoh bila seorang penderita immobil/terpancang pada tempat tidurnya secara pasif dan berbaring diatas kasur busa maka tekanan daerah sakrum akan mencapai 60-70 mmHg dan daerah tumit mencapai 30-45 mmHg.
Tekanan akan menimbulkan daerah iskemik dan bila berlanjut terjadi nokrosis jaringan kulit. Percobaan pada binatang didapatkan bahwa sumbatan total pada kapiler masih bersifat reversibel bila kurang dari 2 jam. Seorang yang terpaksa berbaring berminggu-minggu tidak akan mengalami dakubitus selama dapat mengganti posisi beberapa kali perjamnya.
Selain faktor tekanan, ada beberapa faktor mekanik tambahan yang dapat memudahkan terjadinya dekubitus;
• Faktor teregangnya kulit misalnya gerakan meluncur ke bawah pada penderita dengan posisi dengan setengah berbaring.
• Faktor terlipatnya kulit akiab gesekan badan yang sangat kurus dengan alas tempat tidur, sehingga seakan-akan kulit “tertinggal” dari area tubuh lainnya.
Faktor teragannya kulit akibat daya luncur antara tubuh dengan alas tempatnya berbaring akan menyebabkan terjadinya iskemia jaringan setempat.
Keadaan ini terjadi bila penderita immobil, tidak dibaringkan terlentang mendatar, tetapi pada posisi setengah duduk. Ada kecenderungan dari tubuh untuk meluncur kebawah, apalagi keadaannya basah. Sering kali hal ini dicegah dengan memberikan penhalang, misalnya bantal kecil/balok kayu pada kedua telapak kaki. Upaya ini hanya akian mencegah pergerakan dari kulit, yang sekarang terfiksasi dari alas, tetapi rangka tulang tetap cederung maju kedepan. Akibatnya terjadi garis-garis penekanan/peregangan pada jaringan subkutan yang sekan-akan tergunting pada tempat-tempat tertentu, dan akan terjadi penutupan arteriole dan arteri-arteri kecil akibat terlalu teregang bahkan sampai robek. Tenaga menggunting ini disebut Shering Forces.
Sebagai tambahan dari shering forces ini, pergerakan dari tubuh diatas alas tempatnya berbaring, dengan fiksasi kulit pada permukaan alas akan menyebabkan terjadinya lipatan-lipatan kulit (skin folding). Terutama terjadi pada penderita yang kurus dengan kulit yang kendur. Lipatan-lipatan kulit yang terjadi ini dapat menarik/mengacaukan (distorsi) dan menutup pembuluh-pembuluh darah.
Sebagai tambahan dari efek iskemia langsung dari faktor-faktor diatas, masih harus diperhatikan terjadinya kerusakan edotil, penumpukan trombosit dan edema. Semua inidapat menyebabkan nekrosis jarigan akibat lebih terganggunya aliran darah kapiler. Kerusakan endotil juga menyebabkn pembuluh darah mudah rusak bila terkena trauma.

E. Penatalaksanaan Medis
a. Perawatan luka decubitus
b. Terapi fisik, dengan menggunakan pusaran air untuk menghilangkan jaringan yang mati.
c. Terapi obat :
1. Obat antibacterial topical untuk mengontrol pertumbuhan bakteri
2. Antibiotik prupilaksis agar luka tidak terinfeks
d. Terapi diet
Agar terjadi proses penyembuhan luka yang cepat, maka nutrisi harus adekuat yang terdiri dari kalori, protein, vitamin, mineral dan air.
Penatalaksanaan klien dekubitus memerlukan pendekatan holistic yang menggunakan keahlian pelaksana yang berasala dari beberapa disiplin ilmu kesehatan (AHCPR, 1994; Olshansky, 1994)
Gambaran keseluruhan dekubitus akan menjadi dasar pembuatan pohon pengangambilan keputusan yang digunakan untuk menentukan rencana tindakan (AHCPR, 1994, Maklebust dan Siegreen, 1991).

F. Pengelolaan Dekubitus
Pengelolaan dekubitus diawali dengan kewaspadaan untuk mencegah terjadinya dekubitus dengan mengenal penderita risiko tinggi terjadinya dekubitus, misalnya pada penderita yang immobil dan konfusio.
Usaha untuk meremalkan terjadinya dekubitus ini antara lain dengan memakai sistem skor Norton. Skor dibawah 14 menunjukkan adanya risiko tinggi untuk terjadinya dekubitus. Dengan evaluasi skor ini dapat dilihat perkembangan penderita.
Tindakan berikutnya adalan menjaga kebersihan penderita khususnya kulit, dengan memandikan setiap hari. Sesudah keringkan dengan baik lalu digosok dengan lotion, terutama dibagian kulit yang ada pada tonjolan-tonjolan tulang. Sebaiknya diberikan massase untuk melancarkan sirkulasi darah, semua ekskreta/sekreta harus dibersihkan dengan hati-hati agari tidak menyebabkan lecet pada kulit penderita.
Tindakan selanjutnya yang berguna baik untuk pencegahan maupun setelah terjadinya dekubitus adalah:
1. Meningkatkan status kesehatan penderita; umum; memperbaiki dan menjaga keadaan umum penderita, misalnya anemia diatasi, hipoalbuminemia dikoreksi, nutirisi dan hidarasi yang cukup, vitamin (vitamin C) dan mineral (Zn) ditambahkan khusus; coba mengatasi/mengoabati penyakit-penyakit yang ada pada penderita, misalnya DM.
2. Mengurangi/memeratakan faktor tekanan yang mengganggu aliran darah;
a. Alih posisi/alih baring/tidur selang seling, paling lama tiap dua jam. Keberatan pada cara ini adalah ketergantungan pada tenaga perawat yang kadang-kadang sudah sangat kurang, dan kadang-kadang mengganggu istirahat penderita bahkan menyakitkan.
b. Kasur khusus untuk lebih memambagi rata tekan yang terjadi pada tubuh penderita, misalnya; kasur dengan gelembung tekan udara yang naik turun, kasur air yang temperatur airnya dapat diatur. (keberatan alat canggih ini adalah harganya mahal, perawatannya sendir harus baik dan dapat rusak).
c. Regangan kulit dan lipatan kulit yang menyebabkan sirkulasi darah setempat terganggu, dapat dikurangi antara lain;
• Menjaga posisi penderita, apakah ditidurkan rata pada tempat tidurnya, atau sudah memungkinakan untuk duduk dikursi.
• Bantuan balok penyangga kedua kaki, bantal-bantal kecil utuk menahan tubuh penderita, “kue donat” untuk tumit,
• Diluar negeri sering digunakan kulit domba dengan bulu yang lembut dan tebal sebagai alas tubuh penderita. Begitu tampak kulit yang hiperemis pada tubuh penderita, khsusnya pada tempat-tempat yang sering terjadi dekubitus, semua usaha-usahan diatas dilakukan dengan lebih cermat untuk memperbaiki iskemia yang terjadi, sebab sekali terjadi kerusakan jaringa upaya penyembuhan akan lebih rumit.
Bila sudah terjadi dekubitus, tentukan stadium dan tindakan medik menyesuaikan apa yang dihadapi:
1. Dekubitus derajat I
Dengan reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis;
kulit yang kemerahan dibersihkan hati-hati dengan air hangat dan sabun, diberi lotion, kemudian dimassase 2-3 kali/hari.
2. Dekubitus derajat II
Dimana sudah terjadi ulkus yang dangkal; Perawatan luka harus memperhatikan syarat-syarat aseptik dan antiseptik. Daerah bersangkutan digesek dengan es dan dihembus dengan udara hangat bergantian untuk meransang sirkulasi. Dapat diberikan salep topikal, mungkin juga untuk meransang tumbuhnya jaringan muda/granulasi, Penggantian balut dan salep ini jangan terlalu sering karena malahan dapat merusakkan pertumbuhan jaringan yang diharapkan.

3. Dekubitus derajat III
Dengan ulkus yang sudah dalam, menggaung sampai pada bungkus otot dan sering sudah ada infeksi; Usahakan luka selalu bersih dan eksudat disusahakan dapat mengalir keluar. Balut jangan terlalu tebal dan sebaliknya transparan sehingga permeabel untuk masukknya udara/oksigen dan penguapan. Kelembaban luka dijaga tetap basah, karena akan mempermudah regenarasi sel-sel kulit. Jika luka kotor dapat dicuci dengan larutan NaCl fisiologis. Antibiotik sistemik mungkin diperlukan.
4. Dekubitus derajat IV
Dengan perluasan ulkus sampai pada dasar tulang dan sering pula diserta jaringan nekrotik; Semua langkah-langkah diatas tetap dikerjakan dan jaringan nekrotik yang adal harus dibersihkan, sebab akan menghalangi pertumbuhgan jaringan/epitelisasi.
Beberapa preparat enzim coba diberikan untuk usaha ini, dengan tujuan mengurangi perdarahan, dibanding tindakan bedah yang juga merupakan alternatif lain. Setelah jaringan nekrotik dibuang danluka bersih, penyembuhan luka secara alami dapat diharapkan.
Beberapa usaha mempercepat adalah antara lain dengan memberikan oksigenisasi pada daerah luka, Tindakan dengan ultrasono untuk membuka sumbatan-sumbatan pembuluh darah dan sampai pada transplantasi kulit setempat.
Angka mortalitas dekubitus derajat IV ini dapat mencapai 40%.


BAB III
PROSES ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN DENGAN DEKUBITUS

A. Pengkajian
1. Aktivitas/ istirahat
Tanda : penurunan kekuatan, ketahanan, keterbatasan rentang gerak.pada area yang sakit gangguannya misalnya otot perubahan tunas.
2. Sirkulasi
Tanda : hipoksia, penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cidera, vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin, pembentukan edema jaringan.
3. Eleminasi
Tanda : keluaran urin menurun adalah tidak adanya pada fase darurat, warna mungkin hitam kemerahan , bila terjadi, mengidentifiasi kerusakan otot.
4. Makanan/cairan
Tanda : edema jaringan umum, anoreksia, mual dan muntah.
5. Neurosensori
Gejala : area kebas/kesemutan
6. Pernapasan
Gejala :menurunnya fungsi medulla spinalis, edema medulla, kerusakan neurology, paralysis abdominal dan otot pernapasan.
7. Integritas ego
Gejala : masalah keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda : ansietas, menangis, ketergantungan, mmenarik diri, marah.
8. Keamanan
Tanda : adanya fraktur akibat dilokasi (jatuh, kecelakaan, kontraksi otot tetanik, sampai dengan syok listrik).

B. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan destruksi mekanis jaringan sekunder terhadap tekanan, gesekan dan fraksi.
2. Kerusakan mobilisasi fisik berhubungan dengan pembatasan gerak yang diharuskan, kehilangan control motorik.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan pemasukkan oral,anoreksia.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemajanan dasar dekubitus, penekanan respons inflamasi.
5. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan di area dekubitus.
C. Intervensi dan Rasional
1. Kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan destruksi mekanis jaringan sekunder terhadap tekanan, gesekan dan fraksi.
Kriteria hasil : Menunjukan regenerasi jaringan
Intervensi
a. Terapkan prinsip pencegahan luka dekubitus.
R : prinsip pencegahan luka dekubitus, meliputi mengurangi atau merotasi tekanan dari jaringan lunak.
b. Atur posis pasien senyaman mungkin.
R : meminimalkan terjadinya jaringan yang terkena dekubitus.
c. Balut luka dengan balutan yang mempertahankan kelembaban lingkungan diatas dasar luka.
R : luka yang lembab dapat mempercepat kesembuhan.
2. Kerusakan mobilisasi fisik berhubungan dengan pembatasan gerak yang diharuskan, kehilangan control motorik.
Kriteria hasil :
 Menyatatkan dan menunjukan keinginan berpartisipasi dalam aktivitas
 Menunjukan teknik/perilaku yang memampukan melakukan aktivitas



Intervensi
a. Dukungan mobilisasi ketingkat yang lebih tinggi.
R : gerakan teratur menghilangkan tekanan konsisten diatas tonjolan tulang.
b. Bantu/dorong perawatan diri/kebersihan, seperti mandi.
R : meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, meningkatkan control pasien dalam situasi dan peningkatan kesehatan lingkungan.
c. Berikan perhatian khusus pada kulit.
R : penelitian menunjukkan bahwa kulit sangat rentan untuk mengalami kerusakan karena konsentrasi berat badan.
d. Dorong dukungan dan bantuan keluarga/orang terdekat pada latihan rentang gerak.
R/memampukan keluarga/orang terdekat untuk aktif dlam perawara pasien dan memberikan terapi lebih konstan/konsisten
e. Dorong partisipasi pasien dalam semua aktivitas sesuai kemapuan individual
R/meningkatkan kemandirian, meningkatkan harga diri,dan membantu proses perbaikan.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemajanan dasar dekubitus, penekanan respons inflamasi.
Kriteria hasil :
 Mengidentifikasi tindakan untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi
 Menunjukan teknik, perubahan pola hidup untuk meningkatkan keamanan lingkungan, meningkatan penyembuhan.
Intervensi
a. Gunakan tehnik yang tepat selama mengganti balutan.
R : teknik yang baik mengurangi masuknya mikroorganisme pathogen kedalam luka.
b. Ukur tanda – tanda vital .
R : peningkatan suhu tubuh, takikardia menunjukkan adanya sepsis.
c. Gunakan sarung tangan steril setiap mengganti balutan.
R : setiap ulkus terkontaminasi oleh mikroorganisme yang berbeda, tindakan ini dapat mencegah infeksi.
d. Cuci dasar luka dengan larutan NaCl 0,9 %.
R : Dapat membuang jaringan yang mati pada permukaan kulit dan mengurangi mikroorganisme.
e. Berikan obat antibiotic sesuai indikasi.
R : antibiotic pilihanpada ulkus dekubitus berguna melawan organisme gram negative dan gram positif.
4. Nyeri berhubungan dengan peradangan di area dekubitus.
Kriteria hasil
 Melaporkan nyeri berkurang/terkontrol
 Menunjukan ekspresi waja yang rileks
Intervensi
a. Kaji tingkat nyeri,catat lokasi,karateristik,durasi,dan skala nyeri (0-10)
R/membantu mengkaji kebutuhan untuk intervensi,dan dapat mengidintifikasikan terjadinya komplikasi
b. Dorong ekspresi perasaan tentang nyeri
R/pernyataan memungkinkan pengungkapan emosi dan dapat meningkatkan mekanisme koping
c. Libatkan pasien dlam penentuan jadwal aktivitas ,pengobatan, pemberian obat.
R/meningkatkan rasa control pasien dan kekuatan mekanisme koping
d. Jelaskan prosedur/berikan informasi seiring dengan tepat.
R/mengetahui apa yang diharapkan memberikan kesempatan pada pasien untuk menyiapkan diri dan meningkatkan rasa kontrol
e. Ubah posisi dengan sering dan rentang gerak pasif dan aktif sesuai indikasi
R/gerakan dan latihan menurunkan kekakuan sendi dan kelelahan otot tetapi tipe latihan tergantung pada lokasi dan luas cedera
f. Dorong penggunaan teknik relaksasi,contoh pedoman imajinasi,visualisasi,aktivitas terapeutik
R/membantu pasien untuk istrahat lebih efektif dan memfokuskan kembali perhatian,dapat meningkatkan kemampuan koping, menurunkan nyeri dan ketidaknyamanan.

D. Evaluasi
Pasien dapat mencegah dan mengidentifikasi factor penyebab luka dekubitus; menunjukkan kemajuan penyembuhan.
1. Pasien mempunyai kulit tanpa eritema dan tidak pucat.
2. Pasien menunjukkan peningkatan berat badan dan massa otot.
3. Kulit tidak akan teritasi akibat pemajanan terhadap fekal atau urine drainage.
4. Pasien dapat mengidentifikasi penyebap nyeri dan cara penangulanganya
5. Menunjukkan hasil pembelajaran yang efektif untuk tujuan pemulangan dan perawatan pasien dirumah.

DAFTAR PUSTAKA


Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Keperawatan : Pedoman Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.

1 komentar: