askep hemofili
Asuhan keperawatan klien hemofili
A. DEFINISI
Hemofilia merupakan gangguan koagulasi congenital paling sering dan serius. Kelinan ini terkait dengan defisiensi factor VIII, IX atau XI yang ditentukan secara genetic. (Wong, 2000)
Hemofilia adalah kelainan darah bawaan yang paling sering dan serius berhubungan denagn defisiensi factor XIII, IX, XI. Biasanya pada anak laki-laki, terpaut kromosom X dan bersifat resesif. (www. Medicastore. Hemofilia. Com)
Hemofilia adalah gangguan perdarahan yang disebabkan oleh defisiensi herediterdari factor darah esensialuntuk koagulasi. (Black, 1997)
Semua anak perempuan akan membawa sifat hemofilia (carrier), jika mereka mewarisi kromosom X yang membawa sifat Hemofilia dari sang ayah. Dan semua anak laki-laki tidak akan terkena hemofilia, jika mereka mewarisi kromosom Y normal dari sang ayah.
Hemofilia ialah kecenderungan perdarahan yang hamper seluruhnya timbul pada pria. (Guyton & Hall, 1997)
Hemofilia mertupakan kelainan perdarahan keturunan yang secara klinis sulit dibedakan tetapi dapat dipisahkan dengan uji lab: Hemofilia A & Hemofilia B, dimana Hemofilia A disebabkan oleh kekurangan aktifitas factor pembekuan VIII sementara Hemofilia B disebabkan oleh kekurangan factor IX. (Brunner & Suddarth, 2001)
Hemofilia merupakan gangguan perdarahan herediter yang dapat timbul pada defisiensi atau gangguan fungsional factor pembekuan plasma yang manapun, kecuali factor XII, prekalikrein & kilinogen berat molekul tinggi (HMWK). (Price & Lorraine, 1994)
Hemofilia adalah penyakit gangguan pembekuan darah yang diturunkan melalui kromosom X. Karena itu, penyakit ini lebih banyak terjadi pada pria karena mereka hanya mempunyai kromosom X, sedangkan wanita umumnya menjadi pembawa sifat saja (carrier). Namun, wanita juga bisa menderita hemofilia jika mendapatkan kromosom X dari ayah hemofilia dan ibu pembawa carrier.
Penyakit hemofilia ditandai oleh perdarahan spontan maupun perdarahan yang sukar berhenti. Selain perdarahan yang tidak berhenti karena luka, penderita hemofilia?juga bisa mengalami perdarahan spontan di bagian otot maupun sendi siku.
B. ETIOLOGI
1. Faktor kogenital
Bersifat resesif autosomal herediter, kelainan timbul akibat sintesisi factor pembekuan darah menurun. Gejala timbul perdarahan yang berlebihan setelah suatu trauma atau timbul kebiruan pada kulit.
Pengobatan dengan memberikan plasma normal atau konsentrat factor yang kurang atu bila perlu diberikan transfuse darah.
2. Faktor didapat
Biasanya disebabkan oleh defisiensi factor dua (protrombin) yang terdapat pada keadaan berikut:
Neonatus, terutama yang kurang bulan karena fungsi hati belum sempurna sehingga pembekuan faktor darah khususnya factor II mengalami gangguan.
Pengobatan: dengan vitamin K umumnya sembuh sendiri.
Defisiensi vitamin K, dapat terjadi pada pasien ikterus obstruktif, vistula biliaris, absorbsi vitamin K dari usus yang tidak sempurna atau karena gangguan pertumbuhan bakteri usus.
Beberapa penyakit seperti sirosis hati, uremia sindromnefrotik dan lain-lain
Terdapatnya zat anti koagulasi yang bersifat antagonistic terhadap protombin
Disseminated intrafaskuler koogulasi (DIC) pengobatan ditunjukkan pada penyakit primernya, misanya vitamin K disamping itu dapat diberikan darah, plasma atau lainnya.
C. MANIFESTASI KLINIS
Umumnya perdarahan jaringan pada bagian dalam dan Hemartosis yang bisa timbul kembali oeh trauma. Perdarahan Hetroperitoneal dan perdarahan intrakarnial dapat membahayakan kehidupan.
Penyakit ini, yang bisa sangat berat ditandai dengan memar besar dan meluas, perdarahan ke dalam otot, sendi, dan jaringan lunak meskipun hanya akibat trauma kecil. Pasien sering merasakan nyeri pada sendi sebelum tampak adanya pembengkakan dan keterbatasan gerak. Perdarahan sendi yang berulang dapat mengakibatkan kerusakan berat sampai terjadi nyeri kronis dan ankilosis (fiksasi) sendi. Kebanyakan pasien mengalami kecatatan akibat kerusakan sendi sebelum mereka dewasa. Hematuria spontan dan perdarahan Gastrointestinal dapat terjadi. Penyakit ini sudah diketahui saat awal masa anak-anak biasanya terjadi pada saat usia sekolah.
Sebelum tersedia konsentrat factor VIII, kebanyakan pasien meninggal akibat komplikasi Hemofilia sebelum mereka mencapai usia dewasa. Ada juga penderita Hemofilia dengan defisiensi yang ringan, mempunyai sekitar 5% dan 25% kadar factor VIII dan IX normal. Pasien seperti ini tidak mengalami nyeri dan kecatatan pada otot maupun perdarahan sendi, namun mengalami perdarahan ketika cabut gigi atau operasi. Namun demikian perdarahan tersebut dapat berakibat fatal apabila penyebabnya tidak diketahui dengan segera.
D. PATOFISIOLOGI
Gangguan perdarahan herediter dapat timbul pada defisiensi atau gangguan fungsional pada factor pembekuan plasma yang manapun kecuali factor XII, prekalikrein, dan kininogen dengan berat molekul tinggi (HMWK). Bila adanya ketiga factor ini walaupun PTT mamanjang, tidak akan menyebabkan perdarahan klinis gangguan perdarahan yang sering dijumpai terkait dengan X-resesif.
Kerena factor XII dan factor IX merupakan bagian jalur intrinsic adalah normal. Masa perdarahan, yang menilai fungsi trombosit normal tetapi terjadi perdarahan yang lama karena stabilisasi fibrin yang tidak memadai. Masa perdarahan yang memanjang, dengan adanya defisiensi factor VIII, merupakan petunjuk terhadap von willebrend suatu bawaan otosornal dominan yang sama kejadiannya pada pria dan wanita. Pada penyakit von willebrend terdapat defisiensi factor VIIIVWF maupun factor VIIIAHG dan gangguan adesi trombosit.
E. PENATALAKSANAAN
Pengobatan yang diberikan untuk mengganti factor VIII atau faktot IX yang tidak ada pada hemofilia A diberikan infus kriopresipitas yang mengandung 8 sampai 100 unit factor VIII setiap kantongnya. Karena waktu paruh factor VIII adalah 12 jam sampai pendarahan berhenti dan keadaan menjadi stabil. Pada defisiensi factor IX memiliki waktu paruh 24 jam, maka diberikan terapi pengganti dengan menggunakan plasma atau konsentrat factor IX yang diberikan setiap hari sampai perdarahan berhenti. Penghambat antibody yang ditunjukkan untuk melawan factor pembekuan tertentu timbul pada 5% sampai 10% penderita defisiensi factor VIII dan lebih jarang pada factor IX infase selanjutnya dari factor tersebut membentuk anti bodi lebih banyak. Agen-agen imunosupresif, plasma feresif untuk membuang inhibitor dan kompleks protombin yang memotong factor VIII dan factor IX yang terdapat dalam plasma beku segar. Produk sintetik yang baru yaitu: DDAVP (1-deamino 8-Dargirin vasopressin) sudah tersedia untuk menangani penderita hemofilia sedang. Pemberiannya secara intravena (IV), dapat merangsang aktivitas factor VIII sebanyak tiga kali sampai enam kali lipat. Karena DDAVP merupakan produk sintetik maka resiko transmisi virus yang merugikan dapat terhindari.
Hematosis bisa dikontrol jika klien diberi AHF pada awal perdarahan. Immobilisasi sendi dan udara dingin (seperti kantong es yang mengelilingi sendi) bisa memberi pertolongan. Jika terjadi nyeri maka sangat penting untuk mengakspirasi darah dan sendi. Ketika perdarahan berhenti dan kemerahan mu;ai menghilang klien harus aktif dalam melakukan gerakan tanpa berat badan untuk mencegah komplikasi seperti deformitas dan atrofi otot.
Prognosis untuk seorang yang menderita hemofilia semakin bertambah baik ketika ditemukannya AHF. 50% dari penderita hemofilia meninggal sebelum mencapai umur 5 tahun. Pada saat ini kejadian kematian jarang terjadi setelah trauma minor. Infusi di rumah menggunakan AHF meyakinkan pengobatan bahwa manifestasi pertama dari perdarahan dan komplikasi diatasi. Program training dengan panduan yang ketat. Ketika panduan ini diikuti dengan baik seseorang yang menderita hemofili akan sangat jarang berkunjung ke ruang imergensi.
Analgesik dan kortikosteroid dapat mengurangi nyeri sendi dan kemerahan pada hemofilia ringan pengguna hemopresin intra vena mungkin tidak diperlukan untuk AHF. Demospresin bisa menyebabkan peningkatan factor VIII pada plasma.
F . KOMPLIKASI
Komplikasi pada Hemofilia meliputi :
1. Perdarahan dengan menurunnya perfusi
2. Kekakuan sendi akibat perdarahan
3. Hematuria spontan
4. Perdarahan Gastrointestinal
Pada tahun terakhir ini, ditemukan bahwa pasien dengan menderita Hemofilia mempunyai resiko tinggi menderita AIDS akibat transfuse darah dan komponen darah yang pernah diterima. Semua darah yang didonorkan sekarang diperiksa terhadap adanya antibodi virus AIDS. Konsentrat factor komersial biasanya sudah dipanaskan sehingga kemungkinan penularan penyakit infeksi melalui darah dapat diturunkan.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Uji laboratoriun dan diagnostic
1. Uji skrining untuk koagulasi darah
a. Jumlah trombosit (normal)
b. Masa protombia (normal)
c. Masa tromboplastin parsial (meningkat: mengukur keadekuatan factor koagulasi intrinsic)
d. Assays fungsional terhadap factor VIII dan IX (memastikan diagnosis)
e. Masa pembekuan trombin
2. Biopsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk memperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi dan kultur.
3. Uji fungsi hati (kadang0kadang) digunakan untuk mendeteksi adanya penyakit hati (misalnya, serum glutamic-piruvic transaminase (SGPT), SGOT, fosfatase alkali, bilirubin)
PROSES KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
1. Lakukan pengkajian neurology
2. Dapatkan riwayat kesehatan, khususnya mengenai bukti penyakitpada saudara pria.
3. Observasi adanya manifestasi Hemofilia:
Perdarahan yang berkepanjangandi mana saja atau di dalam tubuh
Memar berlebihan bahkan karena cidera ringan, seperti jatuh
Hemoragi subkutan sdan intramuscular
Hemartosis (perdarahan dalam rongga sendi), khususnya lutut, pergelangan kaki, dan siku.
Hematoma, nyeri, bengkak, dan gerakan terbatas
Hematuria spontan
4. Pantau TTV
5. Kaji adanya keterbatasan aktivitas dan gerakan yang dialami sebelumnya
6. Kaji koping keluarga
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan gangguan pergerakan sendi.
Syok hipovolemik berhubungan dengan loss blood/ kehilangan darah yang berlebih.
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplay darah ke jaringan tidak adekuat
Resiko tinggi HIV dan hepatitis berhubungan dengan adanya transfuse darah factor VIII/ factor IX.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan edema.
DAFTAR PUSTAKA
Balck, M. J. & Esther, M. J. 1997. Medical Surgical Nursing. Philadelpia: W. B. Saunders, Company.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (edisi 8, volume 3). Jakarta: EGC.
Doenges, E. Marilynn & Mary Frances Moorhouse & Alice C. Geissler. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan (edisi 3). Jakarta: EGC.
Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran (edisi 9). Jakarta: EGC.
Price, S, A & Wilson L, M. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit (edisi 4, buku II). Jakarta: EGC.
Wong, D. I. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.
Diposkan oleh Maryadi hazil di 00:08
Tidak ada komentar:
Posting Komentar